//Kupas Tuntas Pro Kontra Keputusan Pengadilan Jakarta Pusat Terkait Penudaan Pemilu 2024 Meraung Penundaan Pemilihan Presiden Tahun 2024 Tetap Dilaksanakan Berdasarkan Konstitusi Indonesia

Kupas Tuntas Pro Kontra Keputusan Pengadilan Jakarta Pusat Terkait Penudaan Pemilu 2024 Meraung Penundaan Pemilihan Presiden Tahun 2024 Tetap Dilaksanakan Berdasarkan Konstitusi Indonesia

Baru-baru ini seantoro jagat Indonesia dibuat heboh “Wacana Pemilu 2024 ditunda kembali mencuat. Pada hari kamis, tanggal 2 Maret 2023. Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat dengan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Mengetok palu Pemilu 2024 ditunda hingga 2025. Keputusan tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum.“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari”. Perkara dengan Nomor Register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu dilayangkan pada tanggal 8 Desember 2022 setelah Partai Prima dinyatakan KPU tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2024. Polemik penundaan pemilu 2024 dalam beberapa pekan terakhir menjadi pembahasan hangat di tengah masyarakat hingga politikus, termasuk masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden dapat berlanjut paling tidak hingga 2026. Usulan penundaan Pemilu 2024. Pro Kontra Keputusan Pengadilan Jakarta Pusat Terkait Penudaan  Pemilu 2024 terjadi dimana-mana, khususnya pro dan kontra ini dilakukan oleh para ahli, akademisi dan politisi, diantaranya 1).Mahfud MD; 2).Hamdan Zoelva; 3).Deny Indrayana; 4).Yusril Ihza Mahendra; dan para ahli lainnya, Adapun dari politis, diantaranya: 1).Mardani alisera; 2).Hasto Kristianto, 3).Ahmad Ali  dan para politis lainnya yang kontra terhadap keputusan PN Jakarta Pusat yang mendukung penundaan pemilu 2024. Walaupu sudah ada Keputusan Pengadilan Jakarta Pusat Terkait Penudaan  Pemilu 2024, Meraung Penundaan Pemilihan Presiden Tahun 2024 Tetap Dilaksanakan Berdasarkan Konstitusi Indonesia, dengan alasan antara lain:

  • Dalam perspektif hukum tata negara tidak terdapat peraturan perundangan-undangan/kekosongan hukum (vacuum of rechts) yang mengatur penundaan Pemilu baik level UUD 1945 maupun UU Pemilu. Berdasarkan ketentuan Pasal 22E Ayat (1) Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan dalam Pasal 167 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu juga dinyatakan Pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali untuk memilih Presiden, Wapres, DPR, DPD dan DPRD.
  • Pengadilan negeri tidak memiliki kewenangan menunda pemilu.  Putusan yang dikeluarkan pengadilan menunda pemilu pun keliru. menilai keputusan tersebut cacat  hukum, kesalahan dan cacat mendasar yang dilakukan majelis hakim adalah memutuskan perkara yang bukan yurisdiksinya alias wilayah hukumnyakarena Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 (PerMA 2/2019) telah menyusun Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan/Pejabat Pemerintahan. Aturan di dalam Pasal 2 ayat (1) PerMA 2019 semestinya sudah menggugurkan segala argumentasi PN Jakarta Pusat berkaitan dengan gugatan perdata yang diajukan Partai PRIMA. Sebab, ketentuan itu menyebutkan perkara perbuatan melawan hukum oleh Badan/Pejabat Pemerintahan merupakan kewenangan PTUN. Jika dicermati dalam Putusan PN Jakarta Pusat, terlihat jenis gugatan adalah Perbuatan Melawan Hukum dan pihak Tergugat adalah KPU RI. Oleh karena itu, merujuk pada aturan internal MA, pihak yang paling tepat untuk mengakomodir tuntutan Partai PRIMA ialah PTUN. 
  • KPU harus melawan dan banding dan Presiden Joko Widodo harus mendukung upaya KPU RI untuk mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas putusan janggal PN Jakarta Pusat.

DOWNLOAD

PRE-ORDER