Pembangunan wilayah perbatasan senantiasa menarik perhatian dari berbagai kalangan baik dari pihak pemerintah selaku pengambil kebijakan, pemerhati pendidikan, eilit politik maupun dari kalangan ekonom dan lain sebagainya. Isu tentang dinamika masyarakat lokal perbatasan di Indonesia adalah tema yang selayaknya mendapat perhatian lebih serius dari berbagai pihak di Indonesia, baik oleh masyarakat di wilayah perbatasan itu sendiri, pemerintah daerah perbatasan dan pemerintah pusat serta masyarakat Indonesia secara umum sebagai bagian dari masyarakat internasional. Layaknya sebuah wilayah perbatasan merupakan garda terdepan sebagai wujud nyata cerminan dari sebuah daerah maupun negara. Setidaknya ada beberapa argumen yang mendukung pernyataan mengenai pentingnya pembangunan masyarakat lokal di daerah perbatasan. Pertama, daerah perbatasan adalah wilayah strategis yang menjadi wajah sebuah negara, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena wilayah-wilayah tersebut menjadi pintu masuk bagi warga asing atau pihak luar lainnya yang berkepentingan untuk masuk ke wilayah NKRI. Kedua, masyarakat perbatasan yang ada di NKRI cenderung masuk dalam kategori masyarakat yang tertinggal dari berbagai aspek pembangunan. Ketiga, masyarakat lokal di wilayah perbatasan di Indonesia belum terlalu menggembirakan baik dari segi jumlah maupun dari segi dampak hasil kajian yang berupa aksi kebijakan. Karya yang ada ditangan pembaca ini lebih menyoal pembangunan perbatasan dari sudut pandang ekonomi yang dipadukan dengan kearifan lokal (local genius) masyarakat terhadap yang berada di Temajuk Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Kajian ini sangat penting dilakukan dikarenakan wilayah ini merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yakni negara Malaysia. Dalam perspektif geopolitik semangat nasionalisme masyarakat di wilayah tersebut sangat dipertaruhkan, terutama dalam melakukan transaksi jual beli, yang diyakini lebih menguntungkan jika dilakukan di negara tetangga di bandingkan dengan negara Indonesia, misalnya pemberlakuan rupiah dan ringgit dalam bertransaksi. Pengembangan Ekonomi berbasis kearifan lokal mesti mendapatkan porsi yang lebih dalam penguatan nilai nasionalisme masyarakat di daerah perbatasan, tanpa terkecuali pada masyarakat di Temajuk. Apalagi kegiatan perekonomian ini sarat akan nilai-nilai Islami, yang mungkin suatu saat akan hilang dari generasi mudah akibat terpaan arus globalisasi dan kebijakan-kebijakan perdagangan Internasional. Ekonomi dengan konsep kearifan lokal diharapkan berperan dalam membangun masyarakat, tidak sentralistis agar sumberdaya dan partisipasi ekonomi tidak terakumulasi pada kelompok tertentu, bahkan dalam konteks budaya hal ini menjadi khazanah yang mesti di pertahankankan dan dikembangkan. Jika di hubungkan dengan Islam, salah satu sumber hukum dalam syariat termasuk mu’amalah adalah kebiasaan dan kearifan masyarakat lokal yang baik (‘urf shahih), di samping tentu saja al-Qur’an, sunnah, ijma’, qiyas, istihsan, mashlahah mursalah, dan sebagainya. ‘Urf shahih merupakan kebiasaan (adat) yang dinilai baik, bijaksana, yang merupakan hasil dari serangkaian tindakan sosial yang berulang-ulang dan terus mengalami penguatan, pengakuan akal sehat dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariat. Sehingga kearifan lokal (‘urf shahih) walaupun bersifat lokal tapi mengandung nilai-nilai moral universal. Dalam hal ini terlihat dari kehidupan masyarakat di Temajuk yang yang sampai saat ini masih terjaga seperti belalle’ (saling membantu)suatu produk bagi perdagangan adalah nilai sosial untuk meningkatkan keseimbangan pasar keseimbangan dunia akhirat falah, perdagangan dilakukan dalam bingkai syariat (muamalah) sehingga aktivitas perdagangan bernilai spiritual (spiritualism perdagangan), integrasi spiritualisme, syariat danperdagangan maka aktivitas akan menjadi ibadah dan tolong menolong akan mendekatkan pada ketaqwaan. Kedua, nilai kearifan lokal talangge’(bantuan modal),secara kultural adalah kegiatanmembantu saudara dalam permodalan. Hal ini sangat sejalan dengan syariat Islam yakni Mudharabah (bagi hasil) sebagai panduan untuk membentuk perdagangan yang bertangung jawab serta bermoral, moral tidak sewenang-wenang sehingga dapat terbentuk dengan meyakini keterpaduan dunia-akhirat (falah). Ketiga, Sikutuan adalah nilai kearifan lokal cara strtegi untuk dapat membantu sesama, dalam mendapatkan produk atau membangun sebuah rumah dengan sikutuan (mengumpulkan uang) sejumlah harga produk, model ini bermanfaat bagi orang lain, artinya dapat tercermin dari aspek 1)Spritual, 2), Sosial 3) Material, 4) Kultural dalam mengambil keputusan. Keempat, etnolinguistik taware’ (keringanan harga). Dimana aktivitas perdagangan bertujuanuntuk memenuhi kebutuhan ekonomi untuk menunjang spritual yang bernilai falah. Kebutuhan jasmani dan rohani dipenuhi secara seimbang. Kearifan lokal seperti taware’ menjadikan azas saling tolong menolong yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-sunnah. Local genius seperti ini sesuai ajaran agama Islam. Bentuk kearifan lokal tersebut memberi peluang dalam perberdayaan serta kreativitas masyarakat yang selanjutnya diharapkan menjadi sebuah kurikulum mata pelajaran muatan lokal di sekolah maupun di tingkat madrasah dalam mengenalkan kepada siswa terkait edupreneur berbasis kearifan lokal. Argementasi di atas ditawarkan kiranya diharapkan dapat menjadi sebuah solusi dalam mempertahankan nilai-nilai Islami melalui praktek-praktek perekonomian masyarakat yang sampai saat ini masih terjaga dengan baik. Meskipun demikian, perlu adanya kerjasama masyarakat dan pemerintah. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung melalui budaya lokal kepada genarsi penerus. Internalisasi nilai ekonomi berbasis kearifan lokal dapat membantu lahirnya kesadaran generasi penerus dalam memberikan kontribusi positif bagi pelestarian budaya, masyarakat adat setempat.
DOWNLOAD