Kereta Paksi Naga Liman dari Keraton Kanoman Cirebon adalah salah satu simbol penting akulturasi budaya yang mempertemukan beragam kepercayaan dari berbagai etnis pada masa akhir Kerajaan Islam Cirebon. Kereta ini dirancang dengan menggabungkan elemen-elemen mitologi suku, ras dan agama, namun tetap digunakan oleh Sultan yang beragama Islam, memperlihatkan harmoni toleransi keagamaan. Sebagai simbol kekuasaan Sultan, kereta ini juga menggambarkan peran Sultan sebagai penghubung antara dunia ilahi (atas) dan dunia manusia (bawah), menjadikannya entitas dunia tengah dengan kekuatan sakral dan transenden. Kereta Paksi Naga Liman merupakan simbol paradoks yang kompleks. Di satu sisi, ia menjadi lambang kekuatan Sultan yang dianggap sebagai titisan dewa, tetapi di sisi lain, ia adalah perwujudan nilai-nilai toleransi lintas agama. Dilengkapi dengan sistem mekanika yang cukup canggih seperti suspensi dan power steering, yang dapat kita temukan pada kendaraan modern saat ini. Meskipun material yang digunakan sebagian besar adalah kayu sawo, kekuatan struktur kereta diperkuat oleh balutan besi yang menambah daya tahan dan fungsionalitasnya. Inovasi teknis ini memperlihatkan bahwa Kereta Paksi Naga Liman bukan hanya simbol spiritual dan politik, tetapi juga karya teknik luar biasa pada zamannya, menggabungkan estetika, budaya, dan teknologi. Berfungsi sebagai media yang menghubungkan Sultan dengan kekuatan adikodrati dan dunia bawah, menciptakan keseimbangan antara kekuatan dunia atas dan bawah. Dengan daya transendennya, kereta ini menjadi lebih dari sekadar alat transportasi; ia adalah simbol kekuasaan spiritual dan politik yang melambangkan keselarasan antara berbagai kepercayaan dan legitimasi kekuasaan Sultan Cirebon.
Penulis : Martiyadi Nurhidayat, S.Pd., M.Sn & Tiphanny Aurumajeda, S.Pd., M.Sn
Halaman Buku : 131
DOWNLOAD
PRE-ORDER | Harga : Rp. 56.000