Keberagaman merupakan suatu anugerah yang tidak ternilai harganya. Perbedaan agama, etnis, suku, budaya dan bahasa tidak semestinya menimbulkan perpecahan dan konflik. Persoalan konflik horizontal keagamaan sebenarnya tidak hanya karena murni disebabkan oleh agama, tetapi kemungkinan faktor kepentingan politik, yang sejatinya simbol agama digunakan sebagai alat kekerasan antar sesama umat. Untuk itu, perlu upaya sungguh-sungguh untuk merajut kembali nilai-nilai kemanusian melalui moderasi beragama. Menyamakan pandangan seluruh ajaran agama adalah hal yang mustahil dan keberagaman merupakan sesuatu yang tidak bisa kita hilangkan. Moderasi adalah jalan untuk mencari persamaan bukan menonjolkan perbedaan. Beragama tidak hanya mengagung-agungkan Tuhan dan membela kebesarannya tetapi di satu sisi mengabaikan aspek kemanusiaan. Padahal kemanusiaan itu sendiri merupakan bagian utama dari ajaran agama. Manusia seringkali menggunakan agama sebagai alasan untuk memenuhi hawa nafsunya dan tidak jarang juga dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Hal ini menyebabkan kehidupan beragama seolah-olah lari dari tujuan utamanya, ekstrim dan di lebih-lebihkan. Moderasi diperlukan untuk mengembalikan praktek agama agar sesuai dengan tujuannya dan agar sesama manusia dapat saling menjaga harkat dan martabat bukan sebaliknya. Penguatan moderasi beragama menjadi salah satu indikator utama sebagai upaya membangun kebudayaan dan karakter bangsa.
Indonesia menguraikan tentang tiga prinsip moderasi (wasathiyah) yaitu; Pertama, moderasi pemikiran, yaitu pemikiran dalam keagamaan yakni dikenali dengan kemampuan mensistesiskan antara teks dan konteks, sebagai contoh dalam pembacaan nash-nash kitab suci dan memadukan keduanya secara dinamis agar mendapatkan pemahaman yang kompleks. Kedua, moderasi dalam gerakan yaitu menyebarkan dakwah yang bertujuan mengajak kebaikan dan menjauhi segala kemungkaran. Gerakan ini sangat menghindari kekerasan dan sikap memaksa, tapi dengan sikap lemah lembut dan santun. Ketiga, moderasi dalam perbuatan (praktik keagamaan), ialah penguatan hubungan agama dan kebudayaan (tradisi) masyarakat setempat. Ide dasar dalam moderasi ialah untuk mencari persamaan dan bukan mempertajam perbedaan. Setidaknya terdapat tiga alasan utama mengapa perlu moderasi dalam beragama. Pertama, salah satu esensi kehadiran agama ialah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, termasuk dalam menjaga untuk tidak menghilangkan nyawa. Moderasi agama menjungjung tinggi kemanusiaan, dan pentingnya moderasi beragama adalah karena ia menjadi sebuah cara dalam mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya. Kedua, seiring dengan perkambangan umat manusia, agama juga turut berkembang. Teks-teks agama juga mengalami multitafsir, sehingga ada orang-orang yang bersikap fanatik pada tafsir kebenaran versi yang disukainya dan sesuai dengan kepentingan politiknya. Ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, moderasi bergama diperlukan sebagai strategi kebudayaan dalam merawat keindonesiaan. Nilai-nilai agama dijaga, dipadukan dengan nilai-nilai kearifan dan adat-istiadat lokal agar terjalin dengan rukun dan damai. Inilah jati diri Indonesia yang sebenarnya, negara yang agamis, dan berkarakter santun serta mampu berdialog dengan keragaman.
Penulis : Prof. H. Triyo Supriyatno, Ph.D. | Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si | Dr. Riinawati, M.Pd | Mursidin, M.Ag | Muhammad Choirin, Lc, M.Us, Ph.D | Dedi S, M.Pd | Dr. H. Muhajirin Yanis, M.Pd.I | Dr. Adnan, M.S.I | Dr. Budi Iswanto, M.M | Drs. H. Mujahidin, M.Si | Herion, M.E. | Dr. Suriadi, M.Ag
Editor : Dr. Suriadi, M.Ag
Halaman Buku : 182
DOWNLOAD
PRE-ORDER | Rp. 66.000