Corak metode ijtihad dari masa kemasa senantiasa berubah sesuai kebutuhannya. Al-Qur’an dan al-Sunah tidaklah dipungkiri telah menjadi sumber hukum yang konkrit dan tidak tertolak kebenarannya. Meskipun mada masa selanjutnya upaya ijtihad hukum senantiasa dilakukan oleh para ulama, hingga lahirlah teori yang disepakati yaitu al-ijmâ’ dan al-qiyâs. Rupanya meluasnya wilayah masyarakat Islam meluas kepelosok-pelosok dunia yang tidak terjangkau, hingga terlahirlah beberapa dalil ijtihad ulama yang mekhtalif, yaitu istishâb, istihsân, istishlâh, ‘urf, sadd al-dzarî’ah, syar’u man qablanâ, qaul qadîm wa qaul jadîd, hingga amal ahl al-madinah. Lahirnya teori ini jauh setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, dan setelah selesainya wahyu turun dan berhentinya hadist disampaikan. Mengingat bahwa sebelum wafatnya Nabi Muhammad, seluruh perkara dikembalikan kepada beliau hingga pasca wafatnya Nabi berpesan kepada umatnya untuk senantiasa memedomani al-Qur’an dan al-Sunah sebagai acuan utama hukum.
Meskipun fikih (hukum Islam) telah berlaku sejah turunnya wahyu dan tersampainya hadits Nabi Muhammad, dan telah diamalkan oleh para sahabat saat itu, hingga perbedaan syarî’ah dan fiqh dengan sendirinya dapat dibedakan oleh para sahabat, artinya syarî’ah yang bersifat universal, berlaku sepanjang zaman dan tidak berubah (tetap), karena merupakan hukum Islam yang usuliy. Sedangkan fikih bersifat rinci, senantiasa berubah, hingga kerap kali bersifat dinamis. Namun demikian, secara metodologi yaitu berupa ilmu istinbath dan ijtihad, justru lahir pada abad ketiga hingga abad keempat Hijriyah, dengan lahirnya para ulama’ terkemuka dengan pengembangan usul fikihnya, hingga melahirkan banyaknya dalil hukum yang (mukhtalif). Menengok sejarah lahirnya usul fikih yang telah disusun oleh Imam Hanafi dalam suatu Riwayat, hingga lembaran-lembaran itu tercecer dan tidak terkumpul, artinya secara legal justru lahirnya usul fikih sebagai metode istinbath dan ijtihad hukum adalah kitab al-Risalah yang ditulis oleh Imam Syafi’i, hingga pengembangannya sampai saat ini.
Begitu juga lahirnya definisi maqashid al-syarî’ah sebagai ilmu justru lahir jauh setelah lahirnya ilmu usul fikih, yang popular dikembangkan oleh Imam al-Syatibi, meskipun setiap hukum yang digagas oleh para ulama dalam menjawab persolan hukum pada abad ketiga dan keempat serta generasi setelahnya juga telah menggunakan maqashid al-syari’ah, dan mustahil suatu hukum tanpa adanya tujuan pasti. Namun secara legalitas, justru ilmu maqashid al-syar sebagai ilmu jauh setelahnya. Begitulah dinamisasi metode ijtihad berkembang sesuai masanya. Selain itu juga banyak pula tawaran metode ijtihad yang dilakukan oleh para ulama generasi setelahnya, baik yang masih berpegang teguh pada Imam Madzhab ataupun yang berupaya mengembangkan dengan metode talfiq (mencampurkan pendapat ulama sebelumnya) dan Sebagian lainnya juga melakukan reformasi dengan metode-metode baru yang ditawarkannya, dengan segala kelebihan dan kekuarangannya.
Penulis : Dr. Agus Hermanto, MHI
Editor : Rohmi Yuhani’ah, M.Pd
Halaman Buku : 166
DOWNLOAD
PRE-ORDER | Rp. 64.000