Adat perkawinan Melayu Sambas merupakan tradisi yang kaya akan nilai budaya, simbolisme, dan khazanah pantun lokal. Proses ini diawali dengan tahapan pranikah yang meliputi penjajakan calon pasangan melalui menilik dan mare, merasik, serta prosesi lamaran dan pertunangan (cikram). Persiapan teknis, seperti meteng (rapat keluarga) dan nyarok (undangan) juga menjadi bagian penting dalam memastikan kelancaran acara. Pada hari pernikahan (ari sari), berbagai prosesi adat dilakukan, termasuk majelis tarup untuk menyambut tamu, mengarak pengantin, becacah, tepung tawar, doa pengantin, hingga besanding dan nasi damai sebagai simbol penyatuan dua keluarga. Setelah pernikahan, adat pascaperkawinan seperti balik tikar, mandi belulus, menjalankan pengantin ke rumah mertua, dan tidur di rumah mertua menandai peralihan pasangan pengantin ke kehidupan berkeluarga.
Setiap tahapan perkawinan ini sarat dengan simbolisme yang memperkuat nilai budaya dan agama dalam masyarakat Melayu Sambas. Dulang antaran melambangkan kesepakatan kedua keluarga, tepak sirih pinang menjadi simbol ikatan pernikahan yang kuat, sementara bunga rampai dan beras kuning melambangkan keharmonisan dan rasa syukur dalam rumah tangga. Cincin dan gelang menandakan ikatan abadi, sedangkan uang serbaguna mencerminkan tanggung jawab laki-laki sebagai kepala keluarga. Dengan warisan adat yang masih dipertahankan hingga kini, perkawinan Melayu Sambas tidak hanya menjadi peristiwa sakral bagi pasangan, tetapi juga refleksi dari nilai-nilai sosial, kebersamaan, dan identitas budaya masyarakatnya.
Penulis : Ahadi Sulissusiawan
Editor : Zulfikar Zulman
Halaman Buku : 116
DOWNLOAD
PRE-ORDER | Rp. 54.000