//Notes of Moment

Notes of Moment

Buku kecil ini bukan karya yang lahir dari ambisi ilmu, melainkan dari getar sebuah perjalanan—perjalanan yang dimulai di tengah hening ruang ujian disertasi, saat kata-kata mengalir bukan hanya sebagai jawaban, tetapi sebagai doa, sebagai pengakuan, sebagai pertemuan antara jiwa dan makna.

Sebenarnya, buku ini adalah memori yang terlahir dari momentum dialog: antara saya dan penguji, antara pikiran dan hati, antara yang diketahui dan yang masih samar-samar. Ia bukan rekaman transkrip yang kaku, melainkan kenangan yang direngkuh kembali—melalui ingatan, rekaman suara yang diputar berulang, catatan kecil yang hampir terlupakan. Dari semua itu, dialog-dialog itu dirumuskan ulang, bukan untuk dikoreksi atau disempurnakan, tetapi untuk dipahami kembali, seperti menemui kembali wajah lama dengan rasa syukur dan kerinduan.

Maka hadirlah Sessi 1: sebuah penulusan kembali percakapan yang pernah terjadi—bukan demi menegaskan kebenaran, tetapi demi menghormati proses. Di sini, kata-kata tidak dipaksa menjadi sempurna; mereka dibiarkan bernapas, bergetar, bahkan terkadang goyah. Karena dalam kerendahan itulah, saya menemukan kedalaman. Sering kali, saya membiarkan lompatan unggapan atau alur gagasan yang patah; itu semua tetap dibiarkan sebagai tanda ketidaksempurnaan—bukan karena malas memperbaiki, tetapi karena dalam ketidaklengkapan itulah justru terasa kejujuran dari sebuah pencarian yang masih hidup.

Sementara itu, Sessi 2 lahir di sore yang sunyi. Di saat cahaya mulai redup, saya duduk dengan secangkir kopi yang dingin, menulis tanpa rencana—catatan, coretan, bisikan-bisikan yang tak sempat terucap di ruang ujian. Mereka bukan jawaban, melainkan pertanyaan yang terus hidup. Bukan hasil, melainkan proses. Bukan klaim, melainkan keraguan yang jujur. Saya biarkan pena bergerak tanpa paksaan, seperti daun yang jatuh mengikuti angin. Dan sekali lagi, saya tidak memaksa alur menjadi lurus. Sering kali, gagasan terputus, kalimat tergantung, pikiran melompat ke tempat lain—semua itu saya biarkan, karena dalam ketidakurutan itulah terdengar detak hati yang paling asli.

Buku ini, oleh karenanya, tidak ingin menjadi petunjuk. Ia hanya ingin menjadi jejak—jejak kaki yang masih belajar berjalan, yang tersandung, yang berhenti sejenak untuk menatap langit, lalu melanjutkan perjalanan dengan lebih lembut. Jejak yang tidak selalu lurus, kadang berputar, kadang menghilang—tapi tetap menunjukkan bahwa seseorang pernah lewat, dengan hati yang terbuka dan langkah yang jujur.

Semoga kehadirannya—yang sederhana, yang rapuh, yang tidak ingin terlihat bijak—dapat memberikan sedikit warna dalam khasanah. Bukan warna yang mencolok, tetapi warna yang hangat, seperti cahaya sore yang menyapa tanah setelah hujan: lembut, tidak memaksa, namun meninggalkan bekas.

Penulis :  Yusuf Siswantara

Halaman Buku : 128

DOWNLOAD

PRE-ORDER | Rp. 42.000