Sejarah sebagai suatu bidang kajian ilmiah memiliki seperangkat prosedur kerja yang disebut pendekatan atau metodologi. Prosedur itu digunakan para ahli sejarah, bekerja meneliti, dan menjelaskan fakta dari peristiwa sejarah atau struktur sosial yang dipelajari dari kehidupan masyarakat di masa lalu sehingga dipahami dengan benar. Kehadiran buku “Pendekatan, Teori Collective Action dan Set of Sets dalam Analisis Riset Sejarah”, dalam tangan pembaca membahas “pendekatan riset sejarah”, 3(tiga) pendekatan yang berkembang dalam studi sejarah, yaitu pendekatan konvensional (peristiwa), pendekatan struktural dan pendekatan strukturistik dalam perkembangan metodologi sejarah. Pendekatan peristiwa menekankan pada individu, pengalaman, dan keinginannya, yang unik dengan deskripsi secara naratif serta kronologis, sedangkan pendekatan struktural, menekankan struktur sosial dengan mengandalkan keutuhan dalam struktur (universal) dan mengabaikan peristiwa. Sehingga muncul pendekatan “strukturistik” oleh Christopher Llyod (1986, 1993) yang memadukan hal-hal unik (dalam pendekatan peristiwa) dengan hal-hal yang universal (struktur sosial) dalam pendekatan struktural. Tetapi lebih ditekan bentuk yang emergent, yaitu peran-peran (roles), aturan-aturan (rules), interaksi (interaction)dan nilai-nilai (mentalite) yang tidak kasat mata (unobservable) dalam sumber sejarah.
Hasil temuan sejarawan itu dijelaskan dengan teori, antara lain, diuraikan teori “collective action” dan “set of sets”, sebagai contoh dalam melakukan analisis fakta dari peristiwa sejarah dan struktur sosial yang dipelajari sejarawan. Teori “collective action” dari Charles Tilly (1978), dirumuskan untuk mempelajari “revolusi” tetapi juga dapat digunakan untuk mempelajari peristiwa sejarah yang lain, seperti VOC di Indonesia. Teori “set of sets” diformulasikan dari teori “himpunan dan himpunan tak terhingga” oleh ahli matematika Georg Cantor (Jerman)”. Cantor berasumsi, bahwa kemampuan otak manusia untuk memikirkan “banyak” sebagai “satu” dan membagi “satu” menjadi “banyak” sebagai dasar dari teori set. Teori ini diformulasi dalam studi Sejarah untuk Eropa oleh Fernand Braudel (1988), dan untuk sejarah Asia oleh K.N.Chauduri (1990). Manfaat formulasi teori himpunan oleh Braudel dan Chaudhuri, ialah diperkenalkannnya metodologi yang merevolusi cara pandang para sejarawan, guna menjauhi narasi yang berpusat pada tokoh atau peristiwa, dan mendorong analisis yang lebih menyeluruh terhadap struktur dan kekuatan yang lebih luas dalam sejarah. Braudel memperkenalkan kajian sejarah dalam durasi waktu yang panjang, yaitu sejarah total, dan Chauduri implementasinya dalam studi jaringan sejarah kebaharian, khususnya perdagangan di Samudra Hindia. Terjadinya integrasi darat-laut dalam jaringan perdagangan di jalur sutra, misalnya, dalam studi R.Z.Leirissa (2010) tentang Ternate Sebagai Bandar di Jalur Sutra”. Akhirnya, dikemukakan pula hasil studi sejarah dari sejumlah peneliti dengan pendekatan strukturistik dan teori analisis “collective action”, dimana “collective action” tidak selalu berhasil, ada juga yang gagal.
Penulis : Dr. Aksilas Dasfordate, S.Pd., M.Hum & Dr. Drs. Yohanes Burdam, M.Hum
Editor : Darmawan Edi Winoto
Halaman Buku : 345
DOWNLOAD
PRE-ORDER | Rp. 100.000









